Ditulis oleh, Vanila Arundina
Proses hidup ibarat sebuah perjalanan air. Mengalir dari
sumber mata air di pegunungan lalu bermuara pada lautan yang luas. Akan ada
banyak hal yang mesti dilalui. Segala lika-liku dan rintangan menuju pencapaian.
Kadang dihiasi kemudahan berupa jalan yang mulus tanpa halangan berarti. Kadang
pula harus melewati sungai berkelok, naik turun, bahkan seringkali dihadang
oleh batu besar pada area yang terjal. Seperti itulah kehidupan serta proses
yang harus dilalui.
Segala suka dan duka menjadi penghias agar hidup menjadi
lebih berwarna. Allah beri kesulitan untuk menempa kita menjadi diri yang lebih
kuat dan lebih tangguh dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Allah pun
berikan kesenangan sebagai tanda kasih-Nya. Apakah bersyukur atau malah lalai
saat gelimang kemudahan menemani. Semua datang silih berganti tanpa bisa kita
prediksi.
Sebagai manusia, ada kalanya kita berbuat salah yang
menggoyahkan pijakan sampai akhirnya terjembab dalam keputusasaan. Seketika
pandangan menjadi gelap dan didera rasa sakit yang membuat kita semakin rapuh.
Hilang arah, tak tahu kemana harus kembali memulai langkah. Kita perlu berhenti
sejenak, merasakan setiap detik perihnya rasa sakit. Menumpahkan tangis untuk
menguraikan gemuruh yang berjejalan di rongga hati.
Pejamkanlah mata, hiruplah sejuk udara yang masih Allah
percayakan. Hadapi segala pahitnya kekecewaan. Kembali tersenyumlah lalu
bangkit menyembuhkan luka meski berat dan sulit. Dari situlah semua menjadi
pengalaman yang bisa kita petik segudang pelajaran. Dari situlah kita tahu apa
kesalahan dan kekurangan diri. Dari rasa sakit itulah kita bisa menjadi pribadi
lebih kuat.
Sempat salah itu wajar, yang tidak wajar adalah bila kita
masih sibuk berkubang pada lubang kesalahan yang sama. Jika demikian, apa
bedanya kita dengan keledai? Tugas kita bukan untuk larut dalam penyesalan yang
membuat kita justru semakin salah. Dari kesalahan kita bisa belajar untuk
menata hidup ke arah yang lebih baik. Berbenah diri sembari menikmati alur
kehidupan yang Allah gariskan.
Jangan sampai ketika menghadapi suatu masalah kita justru
sibuk menyalahkan. Menganggap Allah tidak adil memberikan halangan yang begitu
besar. Merasa bahwa segala sumber masalah berasal dari luar. Orang lainlah
penyebab dari berbagai hal yang tidak inginkan. Namun, sudahkah kita
menyalahkan diri sendiri? Bisa jadi kita terlalu terlena, bisa jadi kita kurang
kuat memegang kendali diri.
Saat kita menyalahkan mengapa begini dan begitu, justru
kita sendirilah yang menjadi penyebab dari munculnya berbagai masalah. Mencari pembenaran yang pada dasarnya hanya
untuk menutupi kesalahan diri sendiri. Kita terlalu fokus terhadap masalah,
atau malah membesar-besarkan hambatan yang sebenarnya bisa kita anggap kecil.
Ingatkah kita jika Allah tidak membebani di luar kesanggupan hamba-Nya?
Berhenti mencari kambing hitam dan mulai berkaca pada diri
seberapa besarkah kesalahan yang sudah kita perbuat. Berani mulai menegur diri
sendiri menandakan kita memiliki jiwa yang besar. Sebab tidak akan ada habisnya
masalah bila terus menyalahkan. Introspeksi diri, kita bisa mencari apa saja
kekurangan lalu menggantinya dengan kekuatan. Menggali potensi agar menjadi
insan yang lebih baik lagi.
Aral rintangan akan terus ada selama nyawa masih melekat dalam raga. Fokus terhadap tujuan hidup. Percayalah, semua masalah yang menghadang bukanlah hambatan melainkan batu loncatan yang membuat kaki kita lebih tanggung. Hingga akhirnya, kita layak untuk menjadi pemenang yang berhasil menaklukkan kerasnya kehidupan.
Biodata Penulis,
Vanila
Arundina, adalah seorang wanita yang bangga bisa menjadi ibu dari dua anak.
Aktif dalam kegiatan parenting dan
juga pendiri Komunitas Pembelajar.
Keseharian bekerja sebagai pengajar di sekolah menengah pertama yang ada di
Lampung. Gemar membaca dan rutin menulis. Jejak media sosial dapat dilihat di
@vanilaummuhana. Surel; vanidina8@gmail.com, 0895610120329.
No comments:
Post a Comment