Ditulis oleh, Aulia Nadia Febriana
Melangkah...
bukan untuk pergi lagi. Namun, untuk kembali menata diri, yang sempat lari dari Sang Pemilik Hati.
Mungkin saat ini
ada hujan lebat yang menerpa, tetapi akan ada pelangi yang mewarnai setelahnya.
Kehidupan memang tidak pernah
lepas dari permasalahan. Derapan langkah yang kita tempuh pada takdir-Nya,
membawa kita menjadi insan yang harus siap dengan segala konsekuensinya, dalam
menghadapi dunia yang tak sempurna. Manusia berlomba-lomba mengarungi jalan
kehidupan, yang memaksa tegar untuk masa depan gemilang.
Jalan hidup tak selalu mulus
dan tak selalu lurus, ada kalanya kita berbelok, namun bukan untuk berbalik
arah. Ada kalanya kita terseok durinya, tersandung kerikilnya, dan terkadang batu
besar menghadang jalan kita. Namun, ada banyak pilihan untuk kita bisa
melewatinya, dengan tetap melangkah atau menyerah? Ketika duri itu membuat
sakit maka cabutlah, ketika kerikil itu membuatmu tersandung lalu jatuh maka
bangkitlah, ketika jalanmu tertutup oleh batu besar maka singkirkanlah.
Namun, masih banyak yang
menghadapi persoalan ini dengan cara yang salah, manusia merasa semua itu
adalah titik terendah dalam hidupnya. Padahal, tanpa kita sadari ada yang jauh
lebih mengerikan dari pada permasalahan itu sendiri. Yaitu, ketika kita lebih
banyak menangis karena manusia dari pada akan dosa-dosanya, lebih banyak
memikirkan dunia dari pada muhasabah diri akan amalnya, ia yang lebih terpaut
pada urusan yang fana dari pada urusan yang kekal selamanya (akhirat) dan ia
yang menjatuhkan harapan kepada selain-Nya, yang didapat hanyalah
ketidakpastian yang menoreh luka, sehingga hatinya kosong dan jauh dari
cinta-Nya.
Masalah... Jangan sampai kita
salah dalam menghadapinya. Banyak dari kita yang tidak sadar, bahwa dengan
adanya ia (masalah) seharusnya menjadikan kita lebih dekat dengan-Nya, bukan
malah lari dan menjauh dari-Nya. Jangan sampai kita terlalu sibuk bergelut
dalam diri seorang diri saja, menjadikan kita lupa melibatkan-Nya dalam setiap
langkah sehingga lari menuju perjalanan yang salah. Ujian baru saja akan
dimulai, namun kita sudah lari terbirit-birit mencari pelarian yang membuat
diri ini lalai. Naudzubillah
Padahal, waktu-waktu inilah
seharusnya kita lebih dekat dengan-Nya, berdoa serta memohon ampunan-Nya, bukan
hanya saat sedih kau bersimpuh di hadapan-Nya, namun libatkanlah Allah dalam
setiap episode perjalanan hidup yang kita tempuh.
Setiap orang mempunyai
masalahnya masing-masing dan tentu dengan penyelesaian yang berbeda. Inilah
titik terendahku, ketika aku jauh dari Sang Maha Cinta. Namun, ketika aku
kembali pada-Nya, aku menemukan titik terang, di mana aku merasa tenang dan
aman atas segala takdir yang telah Allah tetapkan.
Bagaimana mungkin kuhabiskan
hari-hariku tanpa-Nya? Menjalani kehidupan dengan tanpa melibatkan-Nya?
Sedangkan Ia-lah Sang Gantungan Segala Hidup dengan rasa sayang-Nya yang tak
pernah hilang untuk setiap hamba-Nya. Banyak yang terpuruk karena beban hidup
yang teramat berat, namun apakah ada yang jauh lebih pedih dari pada hati yang
kosong tanpa-Nya?
"Petik hikmah dari setiap perjalanan musim kemarau dan musim hujan dalam setiap episode kehidupan. Nyatanya ialah yang membuat kita pada titik di mana kita akan bisa mengahadapi semua menuju musim semi yang merekah sangat indah."
Bionarasi:
Aulia Nadia Febriana, kelahiran Brebes,
04 Februari 2004. Bertempat tinggal di Bumiayu Brebes, Jawa Tengah. Merangkai
kata dan menggambar seringkali ia lakukan baik dalam mengisi waktu luangnya, berharap
karya dan tulisannya menginspirasi dan bermanfaat bagi sesama.
No comments:
Post a Comment